Menambang Sinjai: Hilangnya Hutan, Tumbalnya Masyarakat dan Ekosistem

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun, kekayaan ini justru kerap rusak oleh ulah manusia sendiri. Salah satu aktivitas yang berkontribusi besar terhadap kerusakan tersebut adalah pertambangan. Kegiatan tambang yang bertujuan mengambil mineral untuk kepentingan industri seringkali dilakukan secara eksploitatif dan melampaui batas keberlanjutan. Dampaknya tak main-main, mulai dari kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, hingga konflik sosial.

Kasus terbaru terjadi di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, di mana sekitar 11.326 hektar hutan dibabat demi ambisi industri tambang. Proyek ini dioperasikan oleh PT Trinusa Resources, yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan data Jejak Sulsel, wilayah tambang mencakup beberapa kecamatan seperti Sinjai Barat, Bulupoddo, Sinjai Tengah, hingga Sinjai Selatan. Meskipun telah mendapat izin resmi dan tercatat dalam sistem One Map Indonesia, proyek ini memicu penolakan dari masyarakat yang tergabung dalam gerakan Sinjai Geram. Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak ekologis tambang, terutama potensi kerusakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi sumber air utama bagi warga.

Pemerintah Indonesia telah mengatur mekanisme pengendalian dampak lingkungan melalui dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL merupakan proses sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu proyek. Fungsi utama AMDAL adalah memastikan bahwa kegiatan eksplorasi dan produksi tidak menimbulkan kerusakan serius terhadap ekosistem dan menjadi syarat utama dalam penerbitan izin operasi. Regulasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta diperkuat melalui peraturan teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keterlibatan masyarakat di wilayah tambang merupakan aspek krusial yang tidak boleh diabaikan, terlebih dalam konteks proyek tambang di Kabupaten Sinjai. Pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap kegiatan pertambangan, termasuk pemantauan, evaluasi dampak, dan pengawasan izin usaha. Keterlibatan masyarakat adalah bagian penting dalam merespons kondisi darurat lingkungan hidup yang tengah terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sinjai.

Salah satu bentuk nyata dari partisipasi masyarakat adalah aksi protes dan penolakan terhadap proyek tambang yang dinilai merusak ekosistem dan mengancam sumber daya air, seperti yang dilakukan oleh kelompok Sinjai Geram. Gerakan ini mencerminkan adanya kesadaran kolektif bahwa aktivitas tambang tidak hanya berdampak pada lingkungan fisik, tetapi juga pada ruang hidup dan keberlanjutan sosial-ekologis masyarakat setempat.

Pengawasan terhadap aktivitas tambang tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah dan pemegang izin, tetapi harus melibatkan masyarakat secara langsung. Oleh karena itu, peninjauan kembali dokumen AMDAL dan evaluasi terhadap izin usaha pertambangan perlu dilakukan secara terbuka dan partisipatif. Semua warga negara memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Karena pada dasarnya, alam adalah rumah bagi seluruh makhluk hidup, dan sudah sepatutnya kita menjaga dan melindunginya dengan penuh tanggung jawab.

 

Penulis: Izzat Aynal Prasetya

Staff Ahli Isu Lingkungan Hidup KLH BEM KM IPB

Aktivis HMI Cabang Bogor Komisariat FMIPA IPB

Pos terkait