Bogor | Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (INSPIRA) Cabang Bogor mengadakan kajian “kata kita series 2” Yang bertemakan “kata anak muda tentang pariwisata dan situs sejarah Kota Bogor” Pada Jumat (15/03/2024) live di akun instagram Inspira_Bogorraya.
Dalam acara tersebut hadir sebagai Narasumber Adis Septiara dari Komunitas Rambah Kota dan Suganda Wijaya Sekretaris Umum Daya mahasiswa Sunda (DAMAS) Cabang Bogor Raya dan sebagai moderator yaitu M Hafiz Azami Ketua Umum INSPIRA Cabang Bogor.
Dalam kesempatannya sebagai narasumber, Adis menjelaskan bahwa Rambah Kota sebagai Komunitas yang fokus berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di Kota Bogor.
Kegiatan Komunitas Rambah Kota yaitu ‘Walking Tour’ yang dibuka seminggu sekali dengan berjalan kaki mengunjungi tempat bersejarah sembari menjelaskan sejarahnya kepada para peserta.
Adis mengatakan di Kota Bogor banyak sekali tempat sejarah yang belum banyak terekspos, minimnya minat warga lokal dan kurangnya peran pemerintah daerah justru menjadi penyebab menipisnya pengetahuan sejarah kotanya sendiri.
“Pemerintah daerah juga harus menyediakan wadah bagi anak muda khususnya, banyak komunitas/individu melek terhadap sejarah kotanya sendiri, harusnya diadakan pertemuan dan menerima masukan untuk tempat sejarah menjadi lebih baik. Perbanyak konten konten yang memperkenalkan sejarah dari Kota Bogor di sosial media dinas terkait”, ungkap Adis.
Disisi lain, Suganda wijaya menilai dalam perjalanan historis Kota Bogor yang meiliki kawasan tiga karakter dan berfungsi sebagai kota penyangga dari ibu kota jakarta ( hinterland ) serta tempat pemukiman ( dormotry town ),tiga Karakteristik pola tersebut yaitu Pertama, basis Tradisional sunda dengan masyarakat lokal, terhimpun dalam komunitas atau organisasi primordial yang masih menjaga kebudayanya. Kedua budaya Kolonial, yaitu banyaknya peninggalan sejarah era hindia belanda menjadikan masyarakat kita majemuk dengan berbagai etnis sehingga lebih kental terhadap budaya mereka tersendiri. Ketiga modernitas Kota modern yang dimana masyarakat lokal dengan perlahan membentuk pola komersial urban karena adanya interaksi dengan kota administrasi jakarta sehingga budaya asing datang dan masuk kedalam strata kehidupan masyarakat akibat dari fenomena commuter (penglaju).
“Seperti warga eropa, warga Tionghoa yang merupakan saksi sejarah di Kota Bogor namun budaya bawaan mereka lebih menonjol. Ditambah para pendatang dari luar daerah”, kata Suganda wijaya.
Dandi sapaan akrabnya menambahkan Kota Bogor sebagai tempat regional dalam mengawal pembangunanya harus mengedepankan makna serta kesan tersendiri, bukan hanya mengeksploitasi wisatawan dengan materilnya namun harus mampu membentuk identitas yang kuat dengan dasar aspek koservasi dan kawasan historis sehingga mampu menciptkan keseimbangan dari bidang morfologi dan mobilitas masyarakatnya.
Di akhir kegiatan adisy mengatakan bahwa peran pemerintah dalam infrastruktur jalan sudah sangat bagus, tetapi kesadaran pengendara jalan sering kali menerobos ke jalur pejalan kaki.
“Saya juga berpesan kepada orang muda untuk jangan sekali kali melupakan sejarah (jas merah) karena dengan sejarah kita akan tau identitas kita”, katanya
Di tempat yang sama Suganda memberikan kritiknya terhadap pemerintah, pasalnya kegiatan tiap tahun yang diselenggarakan oleh dinas terkesan hanya formalitas seperti seminar atau pelatihan.
Dandi menyarankan agar penggunaan anggarannya bisa di kolaborasikan kepada organisasi atau komunitas yang berkegiatan nyata.
“Seperti Rambah Kota yang mengadakan walking tour, seharusnya disupport, diajak kerjasama bukan hanya menghilangkan kewajiban dengan mengadakan kegiatan yang monoton”, tutupnya.