The Next Rektor IPB: Rektor yang Menanam Nilai, Bukan Sekadar Menandatangani Surat

Oleh Luhur Nugroho, IPB 47

Awal Kisah: Dari Pertanian untuk Bangsa

Cikal bakal IPB berangkat dari sebuah keyakinan sederhana namun monumental: bahwa pendidikan tinggi pertanian bukan sekadar menghasilkan sarjana, tetapi menjadi instrumen kedaulatan bangsa. Sejak periode 1940-an, ketika pendidikan tinggi pertanian di Bogor mulai terbentuk, para tokoh pendiri sudah menegaskan bahwa persoalan pangan adalah “soal hidup atau mati” bangsa.

Kemudian pada 1 September 1963, IPB resmi berdiri melalui Keputusan Menteri No. 91 Tahun 1963, dan selanjutnya disahkan lewat Keputusan Presiden No. 279 Tahun 1965. Pada saat itu visi yang dipegang adalah agar “bangsa besar ini mempunyai perguruan tinggi kelas dunia yang memiliki kompetensi dalam bidang pertanian, biosains, dan berbagai bidang yang terkait”. IPB lahir bukan sebagai institusi akademik yang terpisah dari masyarakat, melainkan sebagai wadah di mana ilmu, lahan, dan rakyat bersatu.

Realitas Hari Ini: Persimpangan Warisan dan Tantangan

Lebih dari enam dekade setelah berdiri, IPB menghadapi tantangan ganda. Di satu sisi terdapat warisan besar yang harus dijaga: nilai-kepedulian terhadap petani, buruh tani, masyarakat pedesaan; tradisi pengabdian masyarakat; dan akar agraria yang menjadi identitas kampus.

Di sisi lain muncul tantangan global: perubahan iklim, digitalisasi agribisnis, keterlibatan rantai pasok global, kebutuhan akan bioenergi, dan urgensi ketahanan pangan yang semakin mendesak. Dalam konteks tersebut, kepemimpinan kampus tidak bisa sekadar administratif. Kepemimpinan harus menjadi penggerak, inovator, dan penjaga nilai.

Ketika Prof. Dr. Arif Satria melanjutkan tugas di aras nasional sebagai Kepala BRIN, maka pergantian rektor IPB bukan hanya soal jabatan, tetapi soal arah. Siapa yang akan menjadi pemimpin yang menanam nilai, bukan hanya menandatangani surat?

Kandidat Layak: Sosok Alim Setiawan Slamet

Alim Setiawan Slamet lahir di Demak pada 27 Februari 1982, ia menempuh pendidikan S1 dan S2 di Teknologi Industri Pertanian IPB, lalu menyelesaikan S3 di Ehime University (Jepang) dalam Bidang Agribusiness and Agricultural Economics. Sebagai akademisi ia telah menghasilkan riset-riset penting dalam manajemen rantai pasok agribisnis, operasi rantai pasok petani kecil, dan manajemen kualitas.

Sebagai pengelola kampus, ia telah menempati posisi yang menunjukkan kapasitas strategis dan orientasi pada masyarakat.

Dengan demikian, Alim bukan sekadar pilihan administratif, melainkan calon yang memadukan ilmu, manajemen, dan kepedulian pada akar agraria yang memang menjadi inti marwah IPB.

Nilai-Nilai yang Harus Ditanam Rektor Baru

Berdasarkan sejarah dan tantangan, rektor baru IPB seharusnya mengusung empat nilai kunci:

Keberpihakan kepada petani kecil dan buruh tani. IPB sejak awal pendidikan tinggi pertanian lebih dekat ke desa dan rakyat, bukan menara gading yang jauh dari realitas lapangan.

Inovasi berbasis lokal, berpikir global. Kampus ini memiliki tugas untuk memperkuat ketahanan pangan, bioenergi, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan melindungi lingkungan hidup.

Manajemen kampus yang transformatif. Kepemimpinan tidak berhenti pada tanda tangan surat keputusan. Ia harus hadir dalam implementasi kebijakan, riset terapan, dan dampak nyata pada masyarakat.

Karakter dan integritas ilmiah. Berdasarkan sejarahnya, IPB lahir di tengah perjuangan ilmu dan bangsa. Rektor baru harus menjaga moral akademik dan orientasi sosial-ekologis.

Seruan Revolusioner untuk Civitas dan Pemangku Kepentingan

Mahasiswa, dosen, alumni, petani mitra, MWA IPB, serta seluruh masyarakat pedesaan yang menjadi bagian dari ekosistem IPB, ini saatnya kita menuntut lebih dari sekadar pengelola administratif. Kita menuntut pemimpin yang menanam benih perubahan, bukan sekadar menjalankan rutinitas.

Sejarah IPB menyatakan “tradisi pengabdian masyarakat lahir dari kampus ini”. Biarlah rektor selanjutnya tidak hanya menjadi sosok di balik meja, tetapi hadir di ladang, berjalan bersama petani, menginventarisasi rantai pasok, mendorong riset unggul, dan menanam nilai yang akan diwariskan ke generasi mendatang.

Dengan profil Alim Setiawan Slamet yang telah terbukti, ia layak berada di garis depan pencalonan. Kini tugas kita bersama adalah memastikan proses demokrasi kampus berjalan terbuka, adil, dan transparan. Karena IPB tidak memilih sekadar manajer, tetapi memilih penanam nilai dan penjaga marwah ilmu bangsa.

Pos terkait